Deoxa Indonesian Channels

lisensi

Advertisement

Advertisement
Kamis, 25 Oktober 2012, Kamis, Oktober 25, 2012 WIB
Last Updated 2012-10-30T12:16:23Z
Inspirasiislami

Salman Al-Jogjawy (Dari gitaris Sheila On 7 sampai jamaah Tabligh)

Advertisement
Terlahir dengan nama Saktia Ari Seno atau dulu lebih di keenal dengan Sakti Sheila On 7 adalah pria kelahiran Yogyakarta 14 Juni 1980, dia adalah anak kedua dari 3 bersaudara yang mempunyai hobi kesenian. Ia juga pernah kuliah di jurusan Manajemen, STIE YKPN Yogyakarta.

Enam tahun lalu ketika memutuskan keluar dari Sheila On 7 saat penggarapan album kelima band tersebut, 507, gitaris Sakti Ari Seno seperti hilang ditelan bumi.

Bila mengingat Sakti pernah merajai panggung musik tanah air bersama Sheila on 7, pemandangan itu menghadirkan perasaan yang lain. Mengawali karier musik lewat album Sheila on 7 ( 1999 ), yang dilanjutkan dua album lainnya yang meledak di pasaran, Kisah Klasik Untuk Masa Depan ( 2000 ) dan Anugerah Terindah yang pernah Kumiliki ( 2000 ), Sakti bersama empat orang karibnya, Erros, Duta, Adam dan anton, adalah ikon penting musik tanah air waktu itu.


Di setiap sudut negeri, lagiu-lagu Sheila seperti Sephia, Jadikanlah Aku Pacarmu, Dan, Anugerah Terindah yang Pernah Kumiliki, dan masih banyak yang lainnya diperdengarkan dan dinyanyikan siapa saja. Kini pemandangan Sakti yang seperti itu tentulah menghadirkan sebuah kontras karena orang tahunya ia adalah pemetik gitar kalem. perannya menjadi warna sendiri di panggung mendampingi permainan gitar Erros yang atraktif di setiap show Sheila.

Saat itu ia bersama Erros akan terbang ke Malaysia untuk menerima penghargaan musik di negeri jiran itu. Saat menunggu pesawat, ia masuk ke sebuah toko buku. Matanya tertumbuk pada sebuah buku berjudul “Menjemput Sakaratul Maut Bersama Rasulullah”.
“Saat itu sedang musim kecelakaan pesawat. Hati jadi tidak menentu, kepikiran bagaimana kalau pesawat yang saya tumpangi jatuh dan saya mati, bagaimana nanti jadinya,” ujarnya mengenang.
Buku itu lalu ia beli dan ia bawa kembali saat pulang. Di rumah, perasaannya semakin trenyuh karena mendapati ibunya sedang sakit lantaran sebelah paru-parunya mengecil. Pikirannya makin lekat pada kematian setelah seorang bibinya yang datang menjenguk membawakan sebuah majalah keagamaan yang juga bicara kematian.
Rentetan peristiwa itu membuat Sakti merasa diingatkan Allah tentang kematian, hal yang dulu sama sekali tak pernah ia pikirkan.
“Kita semua akan mati. Masalah waktunya, kita tak pernah tahu,” ujarnya pelan.
Ia seperti tersadar bahwa amal di dunia sangat menentukan kebahagiaan di akherat. Pikirannya semakin fokus pada kematian setelah dalam pengajian-pengajian yang ia ikuti ia memperoleh pengetahuan betapa dahsyatnya kepedihan akherat, dan sebaliknya betapa indahnya kebahagiaan disana.
“ Bila semua kesengsaraan di dunia ini dikumpulkan apa itu sakit parah, kecelakaan, tangan putus, tsunami dan sebagainya tidak ada artinya jika dibandingkan kesengsaraan di akherat yang paling ringan sekalipun, bagai setitik air di lautan. begitupun sebaliknya, jika semua kebahagiaan di dunia di kumpulkan tak ada artinya jika dibandingkan dengan kebahagiaan yang ada di surga Allah,” ujarnya serius.
Hal itu menjadi motor dalam dirinya untuk terus belajar agama. Ia juga mulai tahu bahwa amal itu tak hanya untuk diri, tapi juga untuk orang lain. Karenanya, ia ingin seutuh mungkin masuk ke dalam agama Allah yang rahmat ini, hingga seluruh bagian dirinya termasuk di dalamnya.

Dengan segala kekuatan hati itu, bisa dimengerti mengapa Sakti sampai mau melepaskan posisinya sebagai anggota Sheila on 7, posisi yang diimpikan jutaan anak muda di Indonesia. Menjadi bisa dimengerti pula mengapa Sakti sampai mau berkeliling dari masjid ke masjid untuk berdakwah.
Keutuhan Islam itu yang kini ia kejar dengan segiat mungkin belajar dan beribadah. Ia sempat belajar di beberapa pengajian dari berbagai aliran Islam yang ada. Tapi hatinya kemudian merasa cocok dengan Jamaah Tabligh/ kepergiannya ke Pakistan tahun 2006 lalu untuk belajar yang banyak diberitakan media sebagai alasan ia keluar dari Sheila, ternyata tak lain untuk mengejar keutuhan itu.



“Saya ke India, Pakistan dan Baghdad, disana saya melihat bagaimana agama dijalankan dengan sebenar-benarnya. Dari situ saya tahu ada hak tetangga dalam diri kita, ada ajaran kasih sayang pada sesama.” ujarnya sambil menceritakan bagaimana ia bertemu dengan muslim dari segala bangsa disana.
Sakti sempat ditanya seorang ustadz saat di Pakistan. bagaimana perasaannya jika melihat orang dekat,keluarga, dan lain sebagainya jauh dari agama Allah? bagimana rasa kasih sayang itu harus diwujudkan dalam konteks ini? bagimana rahmat bagi seluruh alam yang menjadi merk agama ini dapat kamu perankan. Bagaimana perasaan cinta Nabi kepada Allah yang ditransfer kepada umatnya dapat pula ditransfer kepada orang di sekeliling kita? Pertanyaan-pertanyaan ini menjadi kesan tersendiri di hatinya untuk semakin kukuh di jalan ibadah dan dakwah.
Jalan Menuju Kekasih Allah
Hubungan karib dengan teman dan para penggemar memembuat dua pihak inilah yang paling dulu mengerti dengan jalan hidup yang ditempuh Sakti sekarang. Sementara pihak keluarga sebelumnya agak sulit mengerti, tapi kemudian bisa memaklumi. Dari penggemarnya, Sakti bahkan menerima buku-buku agama yang dikirim khusus untuknya.
Sampai saat ini, Sakti mengaku masih sering bersilaturahmi dengan teman-temannya di Sheila. Di milis Sheila gank milik para penggemar Sheila, nama Sakti juga masih sering disebut. Sekalipun frekuensi pertemuan sudah mulai berkurang, Sakti mengaku masih saling berpaut hati dengan teman-temannya yang sama sama merintis karier dari Yogyakarta itu.
“Dalam doa, saya selalu menyebut teman-teman agar mereka bisa di dekatkan dengan Allah,” ujarnya.

Pada Jumat (14/5) lalu di kawasan utara Yogya ditemani Eross SO7 dan grup nasyid lokal, secara sederhana Sakti merilis album religi pertamanya. Dengan mengganti namanya menjadi Salman Al-Jugjawy ia meluncurkan mini album bertitel Selamatkan.( http://salmanaljugjawy.bandcamp.com)